Kekaburan Persepsi Tentang Ruang

Kita akan terbersit gambaran tentang pasar, ketika telinga mendengar kalimat dengan pengertian sebuah ruang atau tempat umum di mana orang-orang melakukan transaksi jual beli. Dalam perkembangannya, keberadaan pasar telah merupa menjadi bermacam bentuk. Kita bisa melihat Pasar Kembang, tidak lagi sekadar tempat yang identik dengan kios penjual aneka bunga dalam pot-pot yang rapi. Orang tua memang masih mendatangi tempat ini demi memboyong jenis bunga yang diperlukan untuk sajian ritual. Tetapi kini, gambaran tentang Pasar Kembang khususnya bagi anak muda, telah beralih menjadi tempat nongkrong.

Jika kita berkunjung ke lantai dua Pasar Kembang, seketika mata kita akan melihat sudut-sudut ruangnya berikut penampakan yang ditata sedemikian rupa. Sekat yang tak kasat mata seolah memisahkan ruang menjadi beberapa fungsi yang berbeda. Aneka jajanan dan gorengan bisa kita beli tanpa harus repot turun ke lantai bawah alias jalan raya, sebab angkringan telah tersedia di sana.

Di lain waktu, kita juga bisa menjumpa seni dalam ruangan ini. Acara-acara diselenggarakan di antaranya pameran rupa, fotografi, pertunjukan musik, sampai bedah buku. Jadi, kunjungan ke Pasar Kembang pun tak melulu membawa kita pada keperluan seikat bunga yang dibawa pulang belaka. Harus diakui, hal itu memperlihatkan bahwa pemaknaan tentang ruang telah bergeser seiring dengan konsep penataan. Tak hanya di bidang sosial, pasar juga menjangkau fungsi kesenian, konsumsi, dan kebudayaan.

Avianti Armand melalui puisinya yang berjudul Sesame Street, Circa-2000, menempatkan jalan sebagai tempat kepergian orang-orang: di ujung jalan itu, setiap orang selalu akan pergi. Selalu pergi. Barangkali kita akan berpikir bahwa jalan yang dimaksud oleh Avianti adalah bayangan akan trotoar panjang beraspal, yang biasa dilintasi oleh orang-orang beserta transportasinya.

Namun, pengertian tentang jalan rupanya bukan hanya itu saja sehingga kesan persepsi kita terhadap ruang semakin kabur. Jalanan yang pada awalnya dibangun dengan tujuan memperlancar arus kendaraan, telah beralih peran menjelma ruang-ruang yang lain. Di perempatan jalan yang ramai, mudah kita temui gambaran sebagai ruang amal. Bertujuan membantu sesama, sekumpulan orang saling berpencar, entah untuk meminta, atau sebaliknya, yakni memberikan sumbangan.

Bersedekah memang dapat kita lakukan di mana dan kapan saja. Terlebih di bulan suci yang menurut orang penuh dengan keberkahan. Sebagian orang yang semula menyumbangkan rezeki di lembaga amal, beralih ke jalanan sekitar yang lebih dekat dengan keseharian. Misalnya saja, pembagian makanan berbuka maupun sahur, berbondong-bondong kegiatan tersebut akan dilakukan oleh banyak aktivis sosial.

Kini, konsep tentang ruang semakin hari semakin kabur, tak lagi saklek mengikuti satu pemaknaan tunggal. Masyarakat pun boleh bebas mengubah fungsi dengan menciptakan ruang-ruangnya tersendiri.

← Back to portfolio

0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Aprilia Ciptaning Maharani

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.