Rental Film Menuju Kepunahan (?)

Perkembangan teknologi di zaman modern merambah ke semua bidang, termasuk dunia digital. Segalanya bisa didapatkan melalui internet sebagai pemenuhan kebutuhan pengguna. Hampir semua aplikasi bisa diunduh secara gratis pada appstore. Untuk aplikasi yang tak berbayar, diantaranya yang booming yakni; Internet Archive, Retrovision, Crackle, dan Youtube. Dengan bermodalkan perangkat laptop dan koneksi internet, orang-orang dapat mendapatkan film secara cuma-cuma atau gratis.

Hal itu yang menyebabkan salah satu faktor tempat-tempat penyewaan atau rental film mulai ditinggalkan. Perlahan namun pasti, para penikmat film banyak yang beralih dengan memilih jalan yang lebih mudah sekaligus hemat. Film menjadi salah satu pilihan alternatif hiburan bagi sebagian besar orang. Biasanya, orang akan mengisi waktu luangnya dengan menonton film, entah untuk melepas penat atau memang sudah menjadi suatu kebiasaan. Itulah sebabnya pada tahun 90-an mulai berkembang jasa penyewaan film dengan banyak bermunculan tempat rental film—baik yang berbentuk VCD maupun DVD.

Di Kota Solo, beberapa tempat rental film yang dapat ditemukan, antara lain Video Ezy, Movie Time, Odipus, Movie Station, Planet Movie dan Mupi. Akan tetapi, kini beberapa rental film di atas tidak dapat dijumpai lagi lantaran sudah kukut. Movie Time, misalnya, tempat rental film yang tergolong besar dan terkenal tersebut, berkemas pada pertengahan tahun 2016. Tidak diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebabnya, karena sampai saat ini informasi kontak Movie Time tidak dapat dihubungi. Rental film yang terletak di Jalan Bhayangkara Solo tersebut pamit dengan menutup segala bentuk peminjaman, serta menjual koleksi-koleksinya dengan harga murah. Saat ini, ruko tersebut telah beralih fungsi sebagai kantor perusahaan asuransi.

Sedangkan Video Ezy yang terletak di Jalan Honggowongso Solo, serta Odipus di Jalan Radjiman juga sudah lama tutup tanpa meninggalkan jejak. Di wilayah Kentingan—daerah sekitar kampus UNS, juga terdapat tempat rental film bernama Movie Station. Rental tersebut diketahui masih beroperasi, akan tetapi lebih sering dijumpai dalam keadaan tertutup. Seminggu terakhir ini penulis tak pernah mendapati rental tersebut buka.

Rental film yang masih buka, yaitu Mupi dan Planet Movie. Mupi sudah beroperasi sekitar sepuluh tahun yang lalu, terletak di Jalan Raya Gentan, tepatnya di belakang Pasar Gentan. Letak lokasi yang terpencil dan jauh dari pusat kota tersebut barangkali yang menyebabkan orang tak banyak mengenalnya. Berbeda dengan Planet Movie, berdiri sejak tahun 2009 dan mempunyai dua cabang di Kota Solo ini, semuannya berada di lokasi strategis—dekat jalan raya, meskipun tempatnya juga tak terlalu besar.

Planet Movie pusat terletak di Jalan Juanda Solo, sedangkan cabangnya ada di Jalan Keprabon, dan yang sudah tutup—Planet Movie cabang di Jalan Samanhudi Solo. Jadi, sekarang ini tinggal tersisa dua Planet Movie di Solo. Mupi, salah satu rental film yang masih bertahan, mempunyai koleksi film hanya sekitar 2000 – 2500 katalog. Jumlah tersebut tergolong sedikit jika dibandingkan dengan rental film lain yang mencapai sekitar 5000 katalog. Namun, agaknya koleksi film bukan pengaruh utama yang menjadi pembanding bagus atau tidaknya rental film. Hal itu dapat dilihat bahwa Mupi masih beroperasi hingga sekarang. Walaupun mengalami perubahan jam operasional, yang semula buka sejak pagi hingga malam, dua tahun terakhir ini Mupi hanya buka dari pukul 16.00 dan tutup pada pukul 21.00 WIB.

Diakui oleh salah satu karyawan Mupi—Wahyu Adi, perubahan jam operasional tersebut dikarenakan hanya ada dua karyawan yang bekerja di sana. Sang pemilik membuka usaha lain di samping Mupi—yaitu kedai susu, maka keduanya harus bergantian menjaga usaha kedai dan rental film. Mereka bekerja di waktu yang bersamaan, yakni sore hingga malam hari. Itulah sebabnya Mupi hanya buka selama lima jam kerja. Meskipun sama-sama sebagai rental film yang masih bertahan, Planet Movie tetap buka dari pukul 09.30 s/d 21.30 WIB.

Wahyu Adi mengungkapkan, jumlah pengunjung yang datang tidak pernah pasti dan tak tentu, sedangkan Nanda, karyawan Planet Movie yang ditemui di tempat yang berbeda, mengatakan bahwa momen-momen liburan tetap berpengaruh terhadap jumlah pengunjung yang datang. Koleksi film luar negeri di Planet Movie maupun Mupi sama-sama lebih banyak dibandingan koleksi dari Indonesia. Keduanya mengaku, genre yang paling banyak diminati, yakni action.

“Itu yang menjadi penyebab banyaknya koleksi luar negeri dibanding Indonesia, karena genre action banyak di film-film barat”, tutur Wahyu Adhi.

Tarif rata-rata peminjaman film yaitu Rp. 3000,00 – Rp. 4500,00 rupiah per keping. Pemberlakuan denda sekitar Rp. 1000,00 – Rp. 2000,00 per hari, tergantung tingkat kebaruan film. Walaupun Mupi dan Planet Movie termasuk salah satu rental film yang masih bertahan di Solo, namun tetap diakui bahwa omset pendapatan menurun sejak merebaknya aplikasi unduh film gratis via internet. Salah satu yang membuat rental tersebut bertahan adalah faktor pelanggan.

“Keseluruhan member yang terdaftar di Planet Movie berjumlah lima ribuan, tetapi yang aktif hanya ratusan”, ujar Nanda.

Meskipun member yang datang tak sebanyak dulu, akan tetapi masih banyak pengunjung yang membutuhkan rental film. Nanda menjelaskan, tidak semua orang mengunduh film. “Banyak orang dewasa yang sudah bekerja meminjam film sebagai hiburan setelah seharian bekerja. Mereka tidak sempat mengunduh karena waktu luangnya yang sedikit”, ujarnya. Lain halnya dengan Fakhri Firliandi, mahasiswa yang tergolong pecinta film ini biasa mengunduh dua hingga tiga film setiap pekan. Fakhri lebih memilih menonton film dengan hasil unduhan dikarenakan lebih murah dan tidak perlu keluar biaya.

“Aku download film pakai wifi di tempat-tempat umum atau kampus. Film downloadan bisa diskip atau diputar kapan pun kita mau, sedangkan di bioskop ‘kan nggak bisa gitu. Film-film lama juga biasanya nggak ada di bioskop, otomatis kalau mau nonton harus beli DVD original,” terang Fakhri.

Lamanya film bioskop yang keluar ke dalam bentuk DVD bisa sekitar dua hingga tiga bulan. Mungkin para penonton film tidak sabar jika harus menunggu selama itu sehingga jalan lain yang lebih mudah pun dipilih dengan cara mengunduh film. Meskipun kualitas film yang ditonton lebih buruk karena biasanya didapat secara ilegal, tampaknya tak menjadi masalah bagi pengunduh. Perilaku konsumtif di era digital sudah menjadi budaya sekarang ini. Meskipun melanggar peraturan, orang-orang tak menjadikan hal itu sebagai ketakutan atau masalah. Undang-undang perfilman yang telah dibuat oleh pemerintah seolah hanya sebagai formalitas yang sama sekali tak diindahkan.

“Hukum di Indonesia belum sepenuhnya berlaku, mungkin malah tidak berlaku. Untuk saat ini aku nggak takut download film. Lah mahasiswa aja beli buku bajakan atau foto kopi, itu nggak ada bedanya.” Fakhri menjelaskan.

Barangkali orang-orang akan malu jika ditanya, “Sudah nonton film Kartini yang terbaru ini, Bro?” dan harus menjawab dengan, “Belum, nunggu dua bulan lagi, Bro. Lagi bokek, nih. Nonton di bioskop mahal!”. Jawaban seperti itu mungkin hampir tidak ditemui lagi sekarang, yang ada justru, “Sudang dong, Bro. Kan gue undah download filmnya”.

Seiring dengan perkembangan zaman, kecanggihan teknologi memang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, dengan segenap kemampuan yang dipertahankan oleh tempat rental film, semoga saja masih bisa bertahan lebih lama lagi, alih-alih sanggup bangkit seperti pada masa kejayaannya. Jangan sampai di masa mendatang rental film hanya didengar gaungnya, tapi tak tampak oleh mata.

← Back to portfolio

0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Aprilia Ciptaning Maharani

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.