Tekat Indonesia

1. Tenun: Denimnya Indonesia

Barangkali tidak berlebihan apabila ada yang mengatakan, “Tiada Jeans tanpa Levi Strauss”. Dalam sejarah panjang hidupnya, imigran asal Jerman itu berhasil menyulap kain denim menjadi pakaian yang meningkatkan kepercayaan diri bagi para pemakainya. Ia berakhir di usia 76 tahun dan diliputi rasa bahagia, tetapi mungkin agak kecewa, sebab ia belum sempat mengetahui bahwa bermil-mil nun di seberang sana, seorang ibu rumah tangga sedang duduk dan sibuk menggabung-gabungkan benang secara memanjang dan melintang. Apa yang tengah dikerjakan ibu tersebut lazim dinamakan dengan menenun.

Menenun dan menenun dan menenun. Dari jari-jemarinya yang terampil lalu jadilah kain yang kokoh dan halus: serupa denim. Hanya saja, kain-kain buah karya tersebut dipermak dengan beragam motif yang mengandung nilai-nilai filosofis sehingga terlihat lebih estetis. Maka, sungguh sayang bagi Levi Strauss atau siapa saja yang tak sempat mengenal denim kreasi Indonesia ini.

2. Pengrajin Tenun

    “Indonesia merupakan penghasil tenun paling kaya dan beragam yang ada di dunia”, ujar pengamat tekstil Joseph Fischer. Pendapat itu ia kemukakan lewat bukunya Threads of Tradition. Fischer tentulah paham belaka kalau tradisi menenun demikian berkembang di Tanah Air. Jika boleh menyebut, tradisi ini digandrungi sejak lampau dan para penggandrung tersebar di hampir setiap daerah.

    Lain di tempat, lain di tangan, lain di corak. Yang jelas, di balik keelokan kain tenun dengan beragam corak yang menggoda itu, terdapat tangan-tangan terampil yang penuh ketelatenan. Para penenun seakan sudah mendedikasikan hidupnya buat merampungkan tugas mulia ini—bahkan tanpa teken kontrak. Meski terkesan seperti pekerjaan rumahan, seorang penenun dituntut untuk dapat menghitung benang dan mengerti bilangan benang. Tangan-tangan mereka bukan mesin yang bekerja secara mekanis dan apa adanya. Di permukaan kain terdapat kedalaman perasaan yang begitu lembut. Sementara tangan penenun menyusun corak demi corak, kepala mereka mesti menghafal dan menerapkan rumus guna menghadirkan mahakarya yang demikian luhur.

    3. Pembuatan Kain Tenun

    Kecuali bagi mereka yang belum tahu, kebanyakan orang tentu percaya bahwa kain tenun merupakan salah satu karya seni bernilai tinggi. Sebab jika dilihat dari proses pembuatannya, tidak setiap orang mampu menenun. Terlebih jika produksinya masih dilakukan dengan cara konvensional alias tidak menggunakan mesin.

    Panjangnya proses tersebut, barangkali menjadi salah satu alasan mengapa UNESCO menetapkan kain tenun sebagai traditional knowledge (HKI) dan bukan hanya sekadar produk kerajinan tangan.

    Tahapan demi tahapan mesti dilalui untuk menghasilkan selembar kain yang kini pasarannya sudah menjamur di berbagai belahan dunia. Bermula dari benang-benang yang dipintal, kemudian dilanjutkan membuat motif dengan cara mengikatkan tali rafia ke dalam benang pada papan yang terbuat dari plastik transparan.

    Berikutnya adalah pewarnaan, yakni benang-benang dicelupkan ke dalam warna yang sudah ditentukan, lalu diangkat dan dikeringkan agar dapat disisihkan satu per satu dan diatur sesuai pola. Agaknya para penenun betul-betul berkonsentrasi pada urutan ini, sebab jika tidak, satu helai benang bisa saja keluar dari pola dan keseluruhan motif pun menjadi berantakan. Terakhir, tangan-tangan terampil nan cekatan dari para penenun siap mengubah benang-benang tersebut menjadi sehelai kain yang indah dan memesona.

    4. Tenun Hasil ATBM alias Alat Tenun Bukan Mesin

      Boleh jadi, mempunyai bakat keterampilan menenun bukanlah suatu pilihan. Ia semacam anugerah yang melekat pada diri manusia sejak lahir. Namun, para pengrajin tenun sama-sama diberi peluang besar, apakah ia ingin berakhir sebagai penenun sejati atau bukan, apakah ia ingin menghasilkan kain tenun yang bagus atau tidak. Dan pilihan itu terletak pada medium yang digunakan dalam menempuh misi ini.

      Para penenun sejati memilih ATBM alias Alat Tenun Bukan Mesin dalam memproduksi kain-kain tenun bermutu tinggi, begitu pula dengan Tekat Indonesia. Kami mengandalkan metode yang diwariskan leluhur. Karena dijalankan tenpa roda-roda mesin, alat ini berhasil menjaga orisinalitas kain tenun. Menghasilkan kain tenun memang dapat dibantu oleh banyak medium. Tetapi para penenun memilih ATBM agar kain yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik.

      ← Back to portfolio

      0 Comments Add a Comment?

      Add a comment
      You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
      This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

      Subscribe to get sent a digest of new articles by Aprilia Ciptaning Maharani

      This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.